Wednesday, October 3, 2012

Jangankan Makan Ketupat, Mudik Saja Tak Bisa

AppId is over the quota
KOMPAS IMAGES/MUNDRI WINANTO Suasana Lebaran di pengungsian korban kebakaran Karet Tengsin, Tanah Abang, Jakarta, Minggu (19/8/2012). Di tengah keprihatinan akibat musibah kebakaran yang terjadi pada Senin (6/8/2012) lalu, para korban merayakan lebaran dengan sederhana dan penuh kebersamaan.

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari Raya Idul Fitri sejatinya dapat dirayakan bersama keluarga dan sanak saudara dengan penuh suka cita. Namun, kondisi sebaliknya justru terlihat pada korban kebakaran di Karet Tengsin, Jakarta Pusat. Alih-alih makan ketupat, pulang kampung pun tak mampu.

Puing-puing sisa kebakaran masih tampak teronggok di samping Kalimati, Karet Tengsin, akibat kebakaran yang terjadi pada Senin (6/8/2012) lalu. Sesekali masih terlihat warga yang mengais sisa puing rumah mereka. Suasana itu kontras dengan situasi rumah warga yang tak jauh dari lokasi kejadian, kelihatan ramai dikunjungi warga. Dengan berbagai busana muslim, ibu-ibu masih nampak bersalam-salaman.

Semua itu tidak dirasakan Ratih (35) dan 1.500-an warga yang menjadi korban kebakaran tersebut. Ratih hanya bisa melamun di bawah sebuah tenda, melihat puing-puing rumahnya, dan meratapi nasibnya akhir-akhir ini. Tak tampak raut ceria di wajahnya seperti yang tampak pada orang-orang di saat Lebaran. "Lebaran ya biasa-biasa saja. Enggak ada ketupat, makan seadanya saja. Buat sehari-hari saja udah susah, ini mikir Lebaran," ujar ibu tiga anak itu, Selasa (21/8/2012).

Pada tahun-tahun sebelumnya, Ratih rutin membuat kue untuk menyambut kedatangan hari yang fitri. Namun, kali ini beda, ia abaikan semua itu karena semuanya sudah ludes dilalap si jago merah. "Tahun ini saya tidak bisa membuat kue Lebaran, padahal saya sudah menyiapkan bahan baku untuk membuat kue Lebaran," katanya sambil berharap saudaranya membawakan kue Lebaran untuk keluarganya.

Amir, seorang pengurus RW setempat, mengutarakan hal yang sama. Menurutnya, hampir semua warga di situ tidak dapat meninggalkan rumah mereka, walaupun sudah rata dengan tanah. Warga harus tetap tinggal untuk menjaga barang-barang mereka yang masih tersisa.

"Gimana mau mudik, buat uang makan saja carinya susah. Orang-orang pada tergantung dari bantuan. Kalau saya sih, uang nabung untuk mudik dipake buat nambahin uang bantuan pemerintah untuk bangun rumah," kata Amir.

Amir, Ratih, dan ribuan warga lainnya terpaksa kehilangan tempat tinggal karena api yang merusak 405 rumah dan 200 kios pasar di tempat itu. Kini mereka hanya dapat menunggu uluran tangan dari orang lain. Entah sampai kapan kondisi ini membaik.

No comments:

Post a Comment